Tuma’ninah, sebuah syarat mencapai kekhusyu’an
dalam shalat
Sebuah
riwayat menerangkan, bahwa sebelum shalat subuh , Rasulullah mempunyai
kebiasaan melakukan istirahat dalam posisi tiduran miring yang disebut
qailulah.
Kebiasaan ini beliau lakukan pula
menjelang shalat dhuhur. Relaksasi sebagaimana Rasulullah lakukan merupakan hal
penting bagi orang yang hendak melakukan shalat, karena shalat merupakan
perjalanan jiwa menuju Allah sehingga diperlukan persiapan yang serius namun
rileks.
Shalat berbeda dengan olahraga, karena shalat sepenuhnya bersifat terapi, baik fisik maupun jiwa. Gerakan tubuh pada waktu shalat, tidak dilakukan dengan hentakan atau gerakan keras seperti halnya orang olah raga senam dalam peregangan otot, akan tetapi gerakan shalat dilakukan dengan rileks dan pengendoran tubuh secara alamiah, seperti gerakan orang ngulet saat bangun tidur. Orang tai chi pun melakukan meditasi dengan gerakan ngulet, yaitu gerakan yang telah di pola mengikuti alur tubuh secara alami. Di dalam tuma’ninah, aspek meditasi jelas sekali. Saat berdiri, benar-benar berdiri. Bukan berdiri seperti orang ber-upacara bendera atau berdiri seperti orang latihan karate, tetapi berdirilah yang tenag dan kendor agar seluruh organ tubuh berada dalam posisinya secara alami. Anda bias merasakannya pada saat anda berdiri di tepi pantai melihat pemandangan yang indah, debur ombak bergulungan menghampiri sampai menyentuh kaki anda. Saat itu tubuh anda sangat rileks, seluruh organ tubuh menempati posisnya. Anda berdiri nyaman dan santai, seperti berdirinya anak kecil usia balita.Berdirinya orang dewasa terlihat kaku dan terpola oleh pikirannya, karena menganggap jika berdiri seharusnya seperti peragawan/wait, tegap seperti militer, atau seperti berdirinya orang sedang memamerkan baju yang baru dibelinya dari Paris, arloji dari Swiss, serta sepatu kulit dari dari Italia. Postur orang dewasa inilah yang membuat orang gampang merasa jenuh dan stress karena berdiri tidak secara alami. Banyak dokter terkemuka menyakini bahwa penyakit-penyakit modern dan penuaan dini antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan orang dalam menghadapi stress.
Kebanyakan
dari kita telah lupa tentang bagaiman caranya rileks. Padahal kita
mengetahuinya secara naluriah semasa bayi, namun pelan-pelan melupakannya
ketika kita tumbuh menjadi dewasa. Sementara itu, kecepatan dan tekanan hidup
modern mulai membuat kita lelah. Jika anda mempunyai kecenderungan untuk
menjadi terlalu intelek, belajarlah untuk berpindah kesisi emosional dan
intuisi alamiah anda dengan menjadi lebih terbuka dan menerima apa yang
dikatakan hati nurani anada, yaitu ikhlas. Suatu sikap yang diajarkan islam,
yang bermakna rileks yang paling dalam seperti yang pernah kita lakukan saat
masih bayi.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa alihi wasallam melakukan shalat dengan tuma’ninah
(rileks), yaitu sikap tenag atau diam sejenak sehingga dapat menyempurnakan
perbuatannya, dima posisi tulang dan organ tubuh lainnya dapat berada pada
tempatnya dengan sempurna.
Kebanyakan
orang mengira, bahwa jumlah bacaan dalam setiap gerakan shalat dijadikan
sebagai ukuran waktu selesainya sikap berdiri, duduk, rukuk, maupun sujud.
Padahal bacaan itu bukanlah sebuah aba dalam shalat kita. Setiap bacaan yang
diulang-ulang merupakan aspek meditasi, autoterapi, autosugesti, berdo’a,
mencari inspirasi, penyembuhan, menunggu intuisi atau petunjuk, bahkan untuk
menemukan sebuah ketenangan yang dalam. Akibatnya bias jadi lamanya berdiri
mencapai lima menit, duduknya lia menit, sujudnya sepuluh menit, sehingga
lamanya shalat bias mencapai lebih dari setengah jam. Apalagi shalat bukan
hanya untuk menterapi mental tetapi juga untuk menterapi fisik agar bias kendor
dan rileks. Tentunya tidak mungkin dilakukan deng terburu-buru, karena aspek
meditatif dalam shalat tidak akan ditemukan. Jika dilakukan dengan tuma’ninah,
selepas dari shalat kita akan mendapatkan apa yang dikatakan oleh muadzdzin
sebagai sebaik-baik amal (hayya ala khoiril amal) atau peak experience.
Mengacu pada
Rasulullah, beliau melakukan I’tidal lama sekali sehingga oleh para jama’ahnya
dikira beliau lupa. Padahal bacaan yang di baca pendek sekali dan bisa
dilakukan dengan cepat, Rasulullah melakukannya dengan berdiri cukup lama. Juga
pada saat duduk, beliau melakukannya lama sekali sehingga juga dikira lupa.
Pada saat
duduk (iftirasy) sebenarnya beliau sedang melakukan dialok untuk menyelesaikan
persoalan yang dirasa rumit untuk dipecahkan. Pada saat itulahbeliau sedang
menunggu jawaban atas kesulitan yang beliau alami. Mengapa kita tidak mengambil
pelajaran dari cara beliau dengan menjadikan shalat sebagai alat untuk
berkomunikasi dan memohon pertolongan kepada Allah, serta tempat untuk
mengistirahatkan jiwa dan fisik. Apabila kita telah melakukan shalat dengan
benar, dengan cara relaksasi yang dalam dan penyerahan yang total kepada Allah,
mak tidaklah mungkin orang yang sudah melakukan shalat akan berhati kasar atau
pikirannya melonjak-lonjak karena tidak tenang.
Menurut
hasil penelitian Alvan Goldstein, ditemukan adanya zat endorphin dalam otak
manusia yaitu zat yang memberikan efek menenangkan yang disebut endogegonius.
Drs. Subandi MA menjelaskan, bahwa kelenjar endorfina dan enkafalina yang di
hasilkan kelenjar pituitrin di otak ternyata mempunyai efek yang mirip dengan
opiate (candu) yang memiliki funngsi menimbulkan kenikmatan (pleasure
principle), sehingga disebut opiate endogen. Apabila seseorang dengan sengaja
memasukkan zat morfin ke dalam tubuhnya maka akan terjadi penghentian produksi
endorphin. Pada pengguna narkoba, apabila dilakukan penghentian morfin dari
luar secara tiba-tiba, orang akan mengalami sakau (ketagihan yang menyiksa dan
gelisah) karena otak tidak lagi memproduksi zat tersebut. Untuk mengembalikan
produksi endorphin di dalam otak bias dilakukan dengan meditasi, shalat yang
benar atau melakukan dzikir-dzikir yang memang banyak memberikan dampak
ketenangan.*
Orang yang
melakukan shalat dengan tenang dan rileks akan menghasilkan energi tambahan
dalam tubuhnya, sehingga tubuh merasa fesh. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah
begitu yakin bahwa shalat merupakan jalan yang ampuh untuk mengubah perilaku
manusia, yang tidak baik menjadi berakhlaq mulia. Sebagaimana Allah menegaskan
dalam kitab al-Qur’an :
“Sesungguhnya
shalat memiliki kekuatan mengubah perilaku manusia dari perbuatan keji dan
munkar.” (al-Ankabuut 29:45)
Bisa
dimengerti, mengapa shalat jika dilakukan dengan benar mampu mengubah perilaku
manusia menjadi baik dan bermoral. Rasulullah telah memberikan teknik alamiah
yang di butuhkan fisik dan jiwa secara alamiah. Saat tubuh kita capek dan
stress, Rasulullah telah memberikan terapi fisik berupa hydrp-therapy(terapi
air), dengan menggunakan air wudhu. Lalu disunahkan pula menaburi wewangian
pada tubuh yang akan memberika efek relaksasi pada pikiran (aroma therapy). Hal
ini juga banyak dilakukan oleh para pelaku meditasi di timur sebelum mereka
melakukan meditasi. Bahkan dewasa ini, banyak rumah-rumah spa telah menyediakan
aroma therapy dengan esensi bunga-bunga maupun rempah-rempah untuk memberikan
ketenangan dan kesegaran bagi tubuh maupun pikiran. Juga disediakan terapi air,
dengan cara mengguyur bagian-bagian tubuh seperti kaki, tangan, kepala yang
akan memberikan rasa segar dan menurunkan suhu badan yng terjadi akibat terlalu
lelah atau penat (stress).
Sebaiknya
kita harus sudah merubah paradigma dari teosentris menjadi antroposentris. Kita
yang seharusnya butuh Allah, bukan Allah yang butuh kita, sehingga kita akan
merasakan bahwa beribadah adalah sesuatu yang memang dibutuhkan oleh jiwa,
puikiran dan fisik kita. Shalat menjadi sesuatu yang mengasyikkan dan
menyenangkan. Namun terkadang kita masih seperti anak kecil yang takut kepada
orang tuanya. Saat jam makan kita dicari-cari, diwajibkan makan siang.
Pagi-pagi pun kita siap menyiapkan diri, mandi, sarapan, lalu berangkat ke
sekolah. Seolah seluruh aktifitas dilakukan untuk memenuhi kewajiban berbakti
kepada keinginan orang tua kita, sehingga ada rasa takut pada saat jam makan, jam
berangkat sekolah, dan waktunya mandi di sore hari. Akibatnya, kita merasa
bersalah kepada orang tua apabila kita tidak sempat makan siang. Padahal itu
merupakan kesalahan yang akan berdampak kepada diri sendiri, yang dapat
menyebabkan kita sakit.
Memang agak
sulit untuk mengubah suatu kebiasaan yang sudah mengakar dan mendarah daging
dari budaya kita. Namun kita mencoba mempraktikan latihan-latihan dzikir dan
shalat untuk menemukan rasa yang telah lama hilang. Dengan kesadaran baru yang
kita bangkitkan, insya Allah dari sekarang dan seterusnya shalat akan menjadi
tempat kita bercengkerama dengan Allah, karena Dialah pusat ilmu pengetahuan,
sumber kehidupan, dan pusat perencanaan kehidupan dari seluruh mahkuk.
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini,
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
(al-Baqarah : 45-46)
Cara
memasuki shalat, menurut ayat tersebut diatas, dalam bentuk praktek adalah
seperti di bawah ini :
1. Heningka pikiran anda agar rileks. Usahakan tubuh anda tidak tegang. Tak perlu mengkonsentrasikan pikiran sampai mengerutkan kening karena anda akan merasakan pusing dan capek. Jika terjadi seperti itu, kendorkan tubuh anda sampai terasa nyaman kembali.
2. Biarkan tubuh meluruh, agak dilemaskan, atau bersikap serileks mungkin.
3. Kemudian rasakan getaran kalbu yang bening dan sambungkan rasa itu kepada Allah. Biasanya kalau sudah tersambung, suasana sangat hening dan tenang, serta terasa getarannya menyelimuti jiwa dan fisik. Getaran jiwa inilah yang menyambungkan kepada Zat, yang menyebabkan pikiran tidak liar kesana kemari.
4. Bangkitkan kesadaran diri, bahwa anda sedang berhadapan dengan Zat Yang Maha Kuasa, Yang Meliputi Segala sesuatu, Yang Maha Hidup, Yang Maha Suci dan Yang Maha Agung. Sadari bahwa anda akan memuja dan bersembah sujud kepada-Nya serendah-rendahnya, menyerahkan segala apa yang ada pada diri anda. Biarkan ruh anda mengalir pergi, dengan suka rela menyerahkan diri : “Hidup dan matiku hanya untuk Allah semata”.
5. Berniatlah dengan sengaja dan sadar sehingga muncul getaran rasa yang sangat halus dan kuat menarik ruhani meluncur kehadirat-Nya. Pada saat itulah ucapkan takbir “ALLAHU AKBAR”. Jagalah rasa tadi dengan meluruskan niat, rasakan kelurusan jiwa anda yang terus bergetar menuju Allah. Setelah itu, menyerahlah secara total, inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin(sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata).
6. Rasakan keadaan berserah yang masih menyelimuti getaran jiwa anda, dan mulailah perlahan-lahan membaca setiap ayat dengan tartil. Pastikan anda masih merasakan getaran pasrah saat membaca ayat di hadapan-Nya. Kemudian lakukanlah ruku’. Biarkan badan anda membungkuk dan rasakan. Pastikan bahwa ruh anda perlahan-lahan turut ruku’ dengan perasaan hormat dan pujilah Allah Yang Maha Agung dengan membaca: “subhaana rabbiyal adhiimi wabihamdihi”. Jika antara ruhani dengan fisik anda telah seirama, maka getaran itu akan bertambah besar dan kuat, dan bertambah kuat pula kekhusyu’an yang terjadi.
7. Setelah rukuk, anda berdiri kembali perlahan sambil mengucapkan pujian kepada Zat Yang Maha Mendengar:”samiallahu liman hamidah” (semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Rasakan keadaan ini sampai ruhani anda mengatakan dengan sebenarnya. Jangan sampai sedikitpun tersisa dalam diri anda rasa untuk ingin dipuji, yang terjadi adalah keadaan nol, tidak ada beban apa-apa kecuai rasa hening.
8. Kemudian secara perlahan sambil tetap berdzikir:”Allahu Akibar”, bersujudlah serendah-rendahnya. Biarkan tubuh anda bersujud, rasakan sujud anda agak lama. Jangan mengucapkan pujian kepada Allah Yang Maha Suci, subhaana rabbiyal a’la wabihamdihi, sebelum ruh dan fisik anda bersatu dalam satu sujudan. Biasanya terasa sekali ruhani ketika memuji Allah dan akan berpengaruh kepada fisik, menjadi lebih tunduk, ringan dan harmonis.
9. selanjutnya, lakukanlah shalat seperti di atas dengan pelan-pelan, tua’ninah pada setiap gerakan. Jika anda melakukannya dengan benar, getaran jiwa akan bergerak menuntun fifsik anda. Sempurnakn kesadaran shalat anda sampai salam.
1. Heningka pikiran anda agar rileks. Usahakan tubuh anda tidak tegang. Tak perlu mengkonsentrasikan pikiran sampai mengerutkan kening karena anda akan merasakan pusing dan capek. Jika terjadi seperti itu, kendorkan tubuh anda sampai terasa nyaman kembali.
2. Biarkan tubuh meluruh, agak dilemaskan, atau bersikap serileks mungkin.
3. Kemudian rasakan getaran kalbu yang bening dan sambungkan rasa itu kepada Allah. Biasanya kalau sudah tersambung, suasana sangat hening dan tenang, serta terasa getarannya menyelimuti jiwa dan fisik. Getaran jiwa inilah yang menyambungkan kepada Zat, yang menyebabkan pikiran tidak liar kesana kemari.
4. Bangkitkan kesadaran diri, bahwa anda sedang berhadapan dengan Zat Yang Maha Kuasa, Yang Meliputi Segala sesuatu, Yang Maha Hidup, Yang Maha Suci dan Yang Maha Agung. Sadari bahwa anda akan memuja dan bersembah sujud kepada-Nya serendah-rendahnya, menyerahkan segala apa yang ada pada diri anda. Biarkan ruh anda mengalir pergi, dengan suka rela menyerahkan diri : “Hidup dan matiku hanya untuk Allah semata”.
5. Berniatlah dengan sengaja dan sadar sehingga muncul getaran rasa yang sangat halus dan kuat menarik ruhani meluncur kehadirat-Nya. Pada saat itulah ucapkan takbir “ALLAHU AKBAR”. Jagalah rasa tadi dengan meluruskan niat, rasakan kelurusan jiwa anda yang terus bergetar menuju Allah. Setelah itu, menyerahlah secara total, inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin(sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata).
6. Rasakan keadaan berserah yang masih menyelimuti getaran jiwa anda, dan mulailah perlahan-lahan membaca setiap ayat dengan tartil. Pastikan anda masih merasakan getaran pasrah saat membaca ayat di hadapan-Nya. Kemudian lakukanlah ruku’. Biarkan badan anda membungkuk dan rasakan. Pastikan bahwa ruh anda perlahan-lahan turut ruku’ dengan perasaan hormat dan pujilah Allah Yang Maha Agung dengan membaca: “subhaana rabbiyal adhiimi wabihamdihi”. Jika antara ruhani dengan fisik anda telah seirama, maka getaran itu akan bertambah besar dan kuat, dan bertambah kuat pula kekhusyu’an yang terjadi.
7. Setelah rukuk, anda berdiri kembali perlahan sambil mengucapkan pujian kepada Zat Yang Maha Mendengar:”samiallahu liman hamidah” (semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Rasakan keadaan ini sampai ruhani anda mengatakan dengan sebenarnya. Jangan sampai sedikitpun tersisa dalam diri anda rasa untuk ingin dipuji, yang terjadi adalah keadaan nol, tidak ada beban apa-apa kecuai rasa hening.
8. Kemudian secara perlahan sambil tetap berdzikir:”Allahu Akibar”, bersujudlah serendah-rendahnya. Biarkan tubuh anda bersujud, rasakan sujud anda agak lama. Jangan mengucapkan pujian kepada Allah Yang Maha Suci, subhaana rabbiyal a’la wabihamdihi, sebelum ruh dan fisik anda bersatu dalam satu sujudan. Biasanya terasa sekali ruhani ketika memuji Allah dan akan berpengaruh kepada fisik, menjadi lebih tunduk, ringan dan harmonis.
9. selanjutnya, lakukanlah shalat seperti di atas dengan pelan-pelan, tua’ninah pada setiap gerakan. Jika anda melakukannya dengan benar, getaran jiwa akan bergerak menuntun fifsik anda. Sempurnakn kesadaran shalat anda sampai salam.
Sehabis
shalat, duduklah dengan tenang. Rasakan getaran yang masih membekas pada diri
anda. Ruhani anda masih merasakan getaran takbir, sujud, rukuk, dan penyerahan
diri secara total. Kemudian pujilah Allah dengan memberikan pujian itu langsung
tertuju kepada Allah, agar jiwa kita mendapatkan energi Ilahi serta membersihkannya.
Allahu Akbar
… Allahu Akbar … Allahu Akbar …
Alhamdulillah … Alhamdulillah … Alhamdulillah …
Subhanallah … Subhanallah … Subhanallah …
Asyhadu anlaa ilaha illallah Wa asyhadu anna muhammdarrasulullah
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
La haula wa la quwwata illa billahil a’liyyil adhiim
Alhamdulillah … Alhamdulillah … Alhamdulillah …
Subhanallah … Subhanallah … Subhanallah …
Asyhadu anlaa ilaha illallah Wa asyhadu anna muhammdarrasulullah
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
La haula wa la quwwata illa billahil a’liyyil adhiim
“Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasakan
tenang, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu
adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(an-Nisa’: 103)
0 komentar:
Posting Komentar